TUGAS
ASISTENSI KOMUNIKASI MASSA
“
MAJALAH”
ANASTASIA
BR DEPARI 05111001081
ATALIA
SEMBIRING 05111001096
ELEN
SENTIA SARAGIH 05111001027
ISYURA
E 05111001058
ISMAYATI
FITRIANI 05111001034
REBEKA
S M TARIGAN 05111001082
JURUSAN
AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
INDRALAYA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Majalah (magazine)
adalah penerbitan berkala yang berisi artikel, cerita, dan sebagainya. Kata ‘magazine’
berasal dari Bahasa Perancis ‘magasin’ yang berarti gudang atau ruang
tempat menyimpan sesuatu. Majalah pertama kali diperkenalkan di negara tersebut
pada abad ke-17. Karakteristik majalah yang dikenal pada masa itu adalah
variasi tulisannya. Kini majalah dapat dibedakan dari koran dan buku berdasarkan
format, ragam isi, dan target khalayak yang lebih spesifik.
Pada
masa Cina kuno pernah diterbitkan sesuatu yang menyerupai majalah, majalah yang
kita kenal saat ini baru ada setelah ditemukannya mesin cetak di Barat.
Mula-mula mesin cetak digunakan untuk membuat pamflet, selebaran, buku cerita,
dan kalender. Kemudian secara bertahap mesin cetak digunakan untuk mencetak
terbitan reguler dengan mengumpulkan berbagai macam bahan yang ditujukan untuk
menyuarakan kepentingan masing-masing. Majalah yang paling awal adalah
Erbauliche Monaths – Unterredungen (1663 – 1668) diterbitkan oleh Johann Rist,
seorang teolog dan penyair dari Hamburg, Jerman.
Dalam
bentuk jurnal pendidikan, ringkasan buku-buku baru yang terkenal mulai
disampaikan, namun tidak menyangkut buku-buku tentang kesusastraan. Bentukan
iklan buku dikenalkan sejak tahun 1650, berupa feature yang muncul secara
reguler dan kadang diberi ulasan. Katalog-katalog reguler terbit, seperti
Mercurius Librarius atau A Catalogue of Books (1668-1670). Jenis majalah yang
lebih ringan isinya, atau berkala hiburan, pertama kali terbit pada 1672, yaitu
Le Mercure Galant, didirikan oleh seorang penulis, Jean Donneau de Vice.
Di
Inggris, perkembangan majalah ditandai dengan keadaan masyarakat yang kemampuan
melek hurufnya telah meningkat ditambah menggejalanya kesadaran masyarakat akan
hal-hal baru. Awalnya berbagai majalah ini menyajikan mater-materi yang
bersifat meningkatkan, mencerahkan, dan menghibur keluarga. Tapi, pada akhir
abad 18 berkembang majalah-majalah populer yang semata-mata menyajikan hiburan.
Di samping majalah populer, muncul pula berbagai penerbitan majalah serially
yang dipenuhi dengan gambar-gambar ilustrasi. Dengan tujuan meningkatkan
sirkulasi, munculah majalah-majalah yang mematok harga tinggi.
Berbeda
dengan majalah kesusastraan yang berusaha menampilkan keindahan khas sastrawan.
Dan tentu saja berbeda dengan majalah pria dengan tampilannya yang penuh
kesenangan ala pria.Majalah pun menjadi sesuatu yang eksklusif dan dikhususkan
bagi komunitas tertentu. Mahalnya harga majalah membuat tak semua orang dapat
mengakses majalah. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati majalah.
Ibarat hotel bintang lima yang dibayar mahal oleh penginap, majalah memberikan
fasilitas yang memadai bagi pembacanya.Lihat saja bagaimana kualitas kertas dan
layout dari sebuah majalah.Selain itu, majalah pun kerap memberikan interpretasinya
terhadap suatu peristiwa.
Pembaca
mendapatkan sudut pandang baru. Meskipun berbau kepentingan tertentu, pembaca
menjadi lebih kaya akan sudut pandang terhadap sebuah peristiwa daripada
pembaca koran yang mesti susah payah menginterpretasikan sebuah peristiwa. Satu
hal yang perlu diingat, pembaca harus tetap kritis terhadap apa yang
diberitakan dalam sebuah majalah.Terlepas dari hal tersebut, melalui
tampilannya, majalah berusaha memberikan hiburan sekaligus informasi untuk
memenuhi rasa lapar masyarakat akan informasi.
B.Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk
mengetahui sejarah perkembangan majalah di dunia termasuk di Indonesia serta
untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh majalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Sejarah Majalah
Pada awalnya
majalah sesungguhnyan berkembang di Inggris. Majalah pertama kali berisi
tentang humor terseleksi dalam mingguan atau bulanan, karya fiksi atau esay
tentang politik-sastra-musik dan sebagainya. Majalah pertama di Amerika justru
berkembang di Philadelphia. Majalah berisikan kurang lebih sama seperti yang
berkembang di Eropa. Bahkan sampai-sampai majalah awal di Amerika cenderung diwarnai
dengan isi politik.
Beberapa majalah disebut miscellanies.
Majalah ini adalah majalah yang berisi sekian ragam isi yang bisa dibaca oleh
masyarakat. Beberapa majalah mempunyai pengaruh yang penting bagi masyarakat.
Pengaruh ini terjadi karena majalah bisa menggambarkan atau melaporkan kejadian
kepada masyarakat mengenai topik-topik yang hangat dalam masyarakat, seperti
penggambaran dan pelaporan masalah perang saudara di Amerika.
Di Amerika
Benjamin
Franklin telah memelopori penerbitan majalah di Amerika tahun 1740, yakni General
Magazine. Tahun 1820-an sampai 1840-an merupakan zamannya majalah. Majalah
yang paling populer saat itu adalah Saturday Evening Post yang terbit
tahun 1821, dan North American Review. Pada pertengahan abad 20 tidak
ada majalah yang sesukses Reader’s Digest yang diterbitkan oleh suami
istri Dewitt Wallace dan Lila, pada tahun 1922, ketika mereka masih 20 tahun.
Pada tahun 1973 Reader’s Digest dapat mencapai pelanggan sebanyak 18
juta untuk pembaca di Amerika saja, dan pembaca lainnya di dunia.
Keberhasilan Reader’s
Digest telah mendorong munculnya majalah Time. Selanjutnya
terbitlah majalah Life, Fortune, dan Sport Illustrated. Life
merupakan majalah berita yang banyak menggunakan foto. Majalah lainnya
yang sukses adalah Playboy yang diterbitkan tahun 1953. Playboy adalah
majalah khusus untuk pria yang pada tahun 1970-an, dan sirkulasinya mencapai 6
juta eksemplar.
Di Inggris
Majalah di
Inggris (London) adalah Review yang diterbitkan oleh Daniel Defoe pada
tahun 1704. Bentuknya adalah antara majalah dan surat kabar, ukuran halaman
kecil, set terbit tiga kali satu minggu. Defoe bertindak sebagai pemilik,
penerbit, editor sekaligus sebagai penulisnya.Tulisannya mencakup berita,
artikel, kebijakan nasional, aspek moral dan lain-lain. Tahun 1790, Richard
Steele membuat majalah The Tatler, kemudian bersama-sama dengan
Joseph Addison ia menerbitkan The Spectator. Majalah tersebut berisi
masalah politik, berita-berita internasional, tulisan yang mengandung
unsur-unsur moral, berita-berita hiburan, dan gosip.
Di Indonesia
Awal Kemerdekaan
Soemanang, S.H.
yang menerbitkan majalah Revue Indonesia, dalam salah satu edisinya
pernah mengemukakan gagasan perlunya koordinasi penerbitan surat kabar yang
jumlahnya sudah mencapai ratusan. Semuanya terbit dengan satu tujuan, yakni
menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan semangat perlawanan
rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional untuk keabadian
kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.
Zaman Orde Lama
Seperti
halnya nasib surat kabar pada masa orde lama, nasib majalah pun tidak kalah
tragisnya di saat peperti mengeluarkan pedoman resmi untuk penerbit surat kabar
dan majalah di seluruh Indonesia. Pedoman itu intinya adalah surat kabar dan
majalah wajib menjadi pendukung, pembela dan alat penyebar “Manifesto Politik”
yang pada saat itu menjadi haluan negara dan program pemerintah. Namun pada
saat ini perkembangan majalah tidak begitu baik, karena relatif sedikit majalah
yang terbit. Sejarah mencatat majalah Star Weekly, serta majalah
minguan yang di Bogor, Geledek, yang hanya berumur beberapa
bulan.
Zaman Orde Baru
Awal orde
baru (1966) banyak majalah yang cukup beragam jenisnya, di antaranya adalah
majalah Selecta pimpinan Sjamsudin Lubis, majalah sastra Horison pimpinan
Mochtar Lubis, Panji Masyarakat dan majalah Kiblat.
Zaman Reformasi
Tidak
diperlukan lagi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) di zaman reformasi,
membuat berbagai pihak menerbitkan majalah baru yang sesuai dengan tuntutan
pasar.
Teknologi Cetak Majalah dan Buku
Sejarah media
cetak melibatkan inovasi teknologi cetak yang diikuti oleh persaingan antara
bentu dan penggunaan baru dari media massa, peningkatan permintaan konsumen,
pertumbuhan melek huruf dan perubahan yang dibawa oleh media massa.
1. Media
cetak awal lebih banyak memperlihatkan perkembangan bentuk penerbitan ketimbang
isi media itu sendiri. Novel adalah bentuk yang lazim karena bisa dicetak
secara massal tapi tetap murah. Perkembangan awal terlihat dari penggunaan daun
atau tanah liat sebagai medium bentuk media sampai percetakan. Johan Gutenberg
menyempurnakan alat cetak yang mampu mencetak secara terbatas Tapi buku atau
manuskrip hanya bisa dibaca oleh sementara orang.
2. Kunci
perkembangan media cetak adalah melek huruf (kemampuan untuk baca-tulis). Hanya
memang melek huruf adalah kondisi yang dipunyai oleh kaum elite.
Revolusi Gutenberg
1. Gutenberg
mulai mencetak Bible melalui teknologi cetak yang telah ditemukannya. Teknologi
mesin cetak Gutenberg mendorong juga peningkatan produksi buku menjadi hitungan
yang tidak sedikit. Teknologi percetakan sendiri menciptakan momentum yang
justru menjadikan teknologi ini semakin mendorong dirinya untuk berkembang
lebih jauh.
2. Mulai
muncul broadside ballads yang berisi syair lagu yang populer. Muncul
juga chapbooks sebagai buku murah yang menggabungkan puisi, balada
atau prosa pada sejumlah besar orang.
3. Muncul
juga perpustakaan yang juga berpengaruh pada masalah percepatan makna buku
dalam masyarakat. Perkembangan dramatis buku sampai bisa menerbitkan dan
menjual 600.000 copy pada awal abad 20.
Isu Literasi Media
1. Buku
dalam konteks modern bisa dilihat sebagai media idea penulis tapi dalam tekanan
ekonomi dan industrialisasi media massa, buku juga bisa merupakan komoditas. Hasil
dan proses penerbitan bisa dilihat dalam dua cara pandang. Kecenderungan ideal
yang memperhatikan isi buku tetap harus diperhatikan ketika kekuatan pasar
menghimpit buku sebagai sebuah industri ekonomis.
2. Perlu
mendefinisikan kembali peran majalah. Kecenderungan pasar majalah kadang
menurunkan kualitas majalah sebagai media informasi. Perkembangan modern
majalah seharusnya juga bisa memaksimalisasikan peran majalah bagi masyarakat.
Meski tidak menutup kemungkinan bahwa majalah semakin terkomersialisasikan
dalam konteks perkembangan teknologi majalah itu sendiri
3. Masalah
hak kekayaan intelektual. Masalah hak kekayaan intelektual adalah masalah
krusial. Banyak pelanggaran copy-right dalam konteks majalah atau buku.
4. Masalah
lain adalah masalah sensor dan kebebasan berekspresi. Majalah dan buku sangat
rentan dengan masalah sensor dan kebebasan berpendapat. Perlu ada regulasi yang
jelas tanpa harus mengorbankan hak mendasar manusia, hak berekspresi dan
mendapatkan informasi secara bebas.
5. Perlunya
promosi melek dan pendidikan media. Tradisi baca perlu mendapat perhatian
penuh. Pendidikan dan melek media merupakan dua hal yang saling berhubungan.
Perkembangan
teknologi cetak buku dan majalah di Indonesia secara langsung mengikuti
perkembangan yang terjadi di dunia, khususnya daratan Eropa dan Amerika.
Dimulai dengan penggunaan mesin cetak hasil pengembangan Guttenberg, yang baru
masuk ke Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada abad 17. Hingga masa tahun
1960-an, percetakan menggunakan mesin typesetting atau letter
press (proses cetak dengan permukaan timbul/menonjol).
Sejalan
dengan ditemukannya litografi, yang proses cetak analognya menggunakan
permukaan datar dan rata, produksi dapat dilakukan lebih cepat. Mulai tahun
1970-an, penggunaan mesin cetak offset mulai dilakukan di dalam negeri.
Kelompok Kompas Gramedia (KKG), misalnya, awalnya hanya menerbitkan majalah
Intisari dengan dibantu percetakan dari luar. Intisari dan Koran Kompas –yang
terbit kemudian—ternyata oplahnya terus meningkat sehingga memaksa mereka untuk
membuat percetakan sendiri. Mesin-mesin cetak web-offset waktu itu
antara lain datang dari merek Pacer (Inggris), double width Goss
Urbanite (Amerika), dan Heidelberg (Jerman). Teknologi offset cukup
lama bertahan bahkan hingga kini. Yang berubah adalah kemampuan mencetak ukuran
kertas yang lebih beragam, kecepatan, dan kapasitas cetak yang jauh lebih besar
dibanding sebelumnya.
Dengan
masuknya era digitalisasi, proses percetakan juga ikut berubah. Yang sekarang
lazim dilakukan untuk hampir seluruh buku dan majalah adalah Computer to
File (CTF), yang halaman per halaman data digital dikonversi menjadi
lembar film, kemudian dibuat plat-nya sebagai acuan cetak. Yang paling mutakhir
adalah teknik CTP (Computer to Plate), yakni proses pembuatan image
(citra/gambar) pada plat tanpa menggunakan proses pembuatan film fotografi.
Citra atau gambar langsung dicetak pada plat langsung dari file komputer.
Dengan ini, satu proses yaitu pembuatan film dapat dipotong sehingga
mempersingkat waktu pencetakan.Teknik CTP ini sudah beredar di Indonesia dalam
skala terbatas sekitar tahun 1995-1996, khususnya untuk mencetak buku atau
brosur dalam waktu singkat (annual report, prospektus perusahaan go public, dan
lain-lain). Penghematan ini bisa percetakan jadikan insentif bagi harga cetak
dan menjadi faktor kompetisi untuk menarik pelanggan baru. Tahun 2004, kabarnya
Majalah Pantau merupakan majalah yang dicetak dengan teknologi CTP.
Dengan
digitalisasi ini muncul pula tren cetak sesuai permintaan (print on demand),
yang mencetak buku dalam jumlah sedikit. Ini dimungkinkan dengan majunya
teknologi printer, yang minimal menghasilkan tulisan dengan resolusi 600 dot
per inch (dpi). Penerbit merasa lebih aman dengan cara ini, karena tidak
harus mencetak banyak dengan resiko tidak terjual (sebagai contoh, di Amerika
tingkat retur buku mencapai 40%). Cara ini juga lebih bersifat personalisasi,
yang memanjakan calon pembeli. Di dalam negeri, belum ada informasi tentang
penerbitan buku dengan model ini.
Perwajahan
media massa, sesuai dengan fungsi dan tujuan penerbitannya, bersifat aktual
yang tetap menjawab aspirasi medianya (falsafah, konsepsi) dan karakter sasaran
pembacanya.Meskipun media massa mengemban fungsi : informasi, opini dan
hiburan, bentuk sebuah media tertentu sangat beragam tergantung pada
penitikberatan arahnya:Positioning, identitas yang menjadi ciri media
tersebut,Sasaran pembaca yang dituju.Hal tersebut kemudian akan menentukan gaya
visual suatu media, tercermin melalui pilihan foto/gambar, headline, cara
bertutur dan perwajahannya.
Dua hal yang
menjadi pertimbangan dalam menentukan gaya visual/perwajahan media: Ciri yang
tetap dalam perwajahan, agar secara selintas dapat dikenali identitasnya
(konstanta). Dalam ciri yang tetap ini dimungkinkan mencapai variasi untuk mengungkap
aktualitas isinya, hingga selalu tampak baru (variabel).Baik koran maupun
majalah, menghadapi masalah: mengatur emosi pembaca selama membalik-balik
halaman. mengatur irama adalah mengalirkan perasaan pembaca sampai halaman
terakhir.Pada majalah, irama ini dapat diatur sesuai dengan konsepsi
redaksionalnya. Umumnya majalah memberi tekanan pada bagian awal, hingga sering
bagian belakang menjadi tempat buangan. Hal inilah yang perlu diatur dalam
perwajahan majalah. Dalam kasus ini yang menjadi masalah adalah juga mengatur
iklan.
“Blocking”
adalah penataan seluruh naskah sebuah media dalam kapling-kaplingnya. Blocking
menjadi masalah terutama dalam koran karena format halaman yang harus menampung
beberapa naskah sekaligus. Tata-letak berperan dalam menyekat dan membedakan
satu artikel dengan artikel lain, dan menyelaraskan agar secara keseluruhan
wajahnya tetap terpelihara.Pada majalah, tempat tetap membantu, meski tak
prinsip. Jumlah halaman yang banyak tak mudah diingat. Hal ini biasanya
dipecahkan melalui gaya perwajahan yang khas, baik kepala rubrik maupun tata
letak, tata huruf dan gambarnya.
Meletakkan
awal rubrik di halaman ganjil amat membantu. Meski rubrik dapat beraneka ragam,
dalam merancang gaya rubrik sebaiknya tetap memperhatikan keseluruhan gaya
visual perwajahan.Penggunaan huruf dalam perwajahan media biasanya terdiri dari
: Bodytext, Headline, Banner Headline, subhead, teaser, caption dan
credit. Bodytext merupakan komponen terkecil yang berpengaruh besar pada
perwajahan. Hal ini dapat kita lihat dengan memainkan pilihan huruf (serif,
sanserif, bold, italic), intercharacter, interline, dan pointsize.
Pada media biasanya ditentukan satu jenis body text untuk seluruh perwajahan,
dan satu-dua jenis untuk kolom- kolom khusus. Perbedaan jenis bodytext pada
koran dapat pula dipakai untuk blocking, asal tak terlalu banyak macamnya. Pada
majalah, pemakaian berbagai jenis huruf headline memungkinkan, meski
keselarasannya secara menyeluruh perlu diperhatikan.
B.Kelebihan dan Kekurangan Majalah
1. Kelebihan Majalah
Kelebihan
majalah yang dapat kita nikmati adalah sebagai berikut:
a. Dapat dinikamti lebih lama (long life span).
b. Pembacaannya lebih selektif.
c. Dapat mengemukakan gambar yang menarik (Kualitas Visual).
d. Khalayak
sasaran; salah satu keunggulan majalah jika dibandingkan dengan
media lainnya adalah kemampuannya menjangkau segmen pasar tertentu
yang terspesialisasi.
media lainnya adalah kemampuannya menjangkau segmen pasar tertentu
yang terspesialisasi.
e. Penerimaan khalayak; kemampuan mengangkat produk-produk yang diiklankan
sejajar dengan persepsi khalayak sasaran terhadap prestige majalah yang bersangkutan.
f. Mempunyai
kemampuan untuk menjangjau segmen pasar tertentu yang terspesialisasi.
g. Mempunyai
kemampuan mengangkat produk-produk yang diiklankan sejajar dengan persepsi
khalayak terhadap prestise majalah yang bersangkutan.
h. Memiliki
usia edar yang paling panjang dibanding media lainnya
i.
Mempunyai kualitas visual yang baik karena umumnya
majalah dicetak di ketas yang berkualitas tinggi.
2. Kekurangan
Majalah
Kekurangan
majalah yang sering kita jumpai adalah sebagai berikut.
a. Biaya lebih relatif tinggi (mahal).
b. Fleksibilitasnya rendah (terbatas).
c. Proses
distribusinya,banyak majalah yang peredarannya lambat sehingga hanya menumpuk
di rak-rak toko. Ada juga majalah yang tidak memiliki jaringan distribusi yang
tepat. Di beberapa daerah tertentu yang daya belinya tinggi namun sulit
dijangkau, majalah sering tidak ada.
d. Jenis
bahan yang digunakan biasanya mudah sobek, artinya gangguan mekanis tinggi,
sehingga informasi yang diterima tidak lengkap.
e. Biaya
yang dipakai untuk menjankau setiap kepala menjadi lebih mahal karena majalah
hanya beberadar di lingkungan yang terbatas.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Majalah (magazine)
adalah penerbitan berkala yang berisi artikel, cerita, dan sebagainya.
2. Majalah pertama kali diterbitkan
di Inggris yang berisi tentang humor terseleksi dalam mingguan atau bulanan,
karya fiksi atau esay tentang politik-sastra-musik dan sebagainya
3.Di Amerika,Benjamin
Franklin telah memelopori penerbitan majalah di Amerika tahun 1740.
4.Majalah memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat dinikamti lebih
lama,pembacaannya lebih selektif, dapat mengemukakan gambar yang menarik.
5.Majalah juga memiliki berbagai kekurangan diantaranya adalah biaya lebih relatif
tinggi (mahal),fleksibilitasnya rendah (terbatas),proses
distribusinya.
B. Saran
1. Para distributor majalah sebaiknya
memperbaiki sistem distribusinya agar jangkauan majalah semakin luas.
2. Isi atau tema dari majalah
harus lebih bervariatif lagi agar dapat menjangkau semua kalangan.
DAFTAR PUSTAKA
Junaedhie, Kurniawan. (1995). Rahasia Dapur Majalah
di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rivers, William L. (1983). Magazine Editing in the
80’s: Text and Exercises. California: Wadsworth Publishing Company.
Straubbar, J., 2006, Media Now:
Understanding Media, Culture and Technology, bab III.
http://bincangmedia.wordpress.com/tag/sejarah-majalah-di-indonesia/
diakses pada 16 Maret 2013 15:14 WIB.
http://elisabetyas.wordpress.com/2010/04/14/sejarah-dan-perkembangan-perwajahan-majalah/ diakses
pada 17 Maret 2013 17:30 WIB.
Terima kasih
BalasHapusIzin copas